Sabtu, 18 Oktober 2014

SECERCAH HARAPAN DIHIDUPKU

kali ini ku coba rangkaikan cerita singkat hidupku di lambaian layar blog yang slalu menyapa otakku untuk ku isi dengan segenggam cerita....


SECERCAH HARAPAN

( Penulis: Nurisah )

Mungkin aku bisa dibilang salah satu anak yang beruntung yang bisa merasakan mewahnya duduk di bangku perkuliahan. Namaku adalah Risma, usiaku kini beranjak 21 tahun, aku berasal dari keluarga yang berkehidupan serba sederhana. Memang naas apabila kita menengok beberapa saudara kita di luar sana yang sangat malang nasibnya. Tak hayal kalau sebagian besar dari mereka acap kali berfikir dan menyeletupkan suara lantangnya mungkin hingga terbawa angin berharap bahwa harapan mereka akan terwujud kelak.

Ketika itu waktu menunjukkan jam 11 siang, ketika posisiku berada di dalam bis mini tiga perempat, tepat diawal hari senin dan kebetulan cuaca terik yang ngga mendukung membuatku terasa gerah dibuatnya.

“Jika saja nasib berpihak padaku, pasti sekarang aku udah bisa ngerasain duduk di dunia perkuliahan, ketawa-ketiwi bareng, bisa jalan bareng sama temen-temen” bisik hatiku mewakili rintihan manis mereka dlam sanubari ketika aku melihat anak seusiaku menjadi pengamen di jalanan

“Ya ampun!” Tiba-tiba saja aku dikagetkan oleh suara gonjrang-ganjreng gitar yang diiringi dengan suara penyanyinya yang bisa dibilang pas-pasan.

Ketika aku tersadar dari lamunanku terhadap pengamen remaja itu, tiba-tiba dia lenyap dari pandanganku. Aku pun melihat orang di sekitarku yang dominan masih tertidur nyenyak. Kubereskan sejenak barang-barang yang kubawa dari rumah untuk diletakkan di asrama. Asrama yang akan ku tempati kali ini merupakan salah satu fasilitas penunjang dari pihak salah satu kampus yang ada di cirebon bagi mahasiswa baru. Yah, lumayan bisa irit uang untuk ngekos, hehehe

“Akhirnya sampai juga di istana baruku”. Seruku sambil menatap asrama indah nan megah yang tepat berada di hadapanku itu


Dengan bangganya aku berjalan menuju salah satu kamar yang akan kutempati dengan beberapa kawanku nanti. Karena baru kali ini aku akan merasakan tinggal di salah satu pondok, pasti akan membuatku sedikit canggung untuk melewati semua pembelajaran yang sudah ditetapkan di sini. Karena sama sekali aku belum pernah tinggal di pondok pesantren manapun. Seketika aku dikagetkan salah satu anak perempuan yang menyapaku dari belakang.

...............

(bersambung.......)

Jumat, 25 April 2014

Papua oh Papua



Lindungi Papua Untuk Indonesia
Perbincangan mengenai Papua Barat memang tidak akan pernah ada habisnya karena beribu sejarah masih banyak yang tersimpan utuh belum diketahui secara pasti oleh para pakar sejarah. Berbagai factor dan kontroversi pun muncul ketika terus-menerus disinggung mengenai berbagai kasus yang terjadi di wilayah bagian timur di Nusantara yang kita cintai ini.
Masih ingatkah kita bagaimana seorang S. Eben Kirksey melakukan ekspedisinya di Papua sebagai bahan acuan terhadap laporan penelitiannya. Pada artikel “Don’t Use Your Data as a Pillow” yang ditulis oleh S. Eben Kirksey sebagian besar pada paragraph bagian akhir selalu menitikberatkan pada kasus BP. Seperti yang kita ketahui bahwa BP merupakan “Beyond Petroleum” yang melakukan pengeksploitasian terhadap lading gas alam yang ada di Papua Barat dna diperkirakan menghasilkan lebih dari $ 198.000.000.000 (Vidal 2008). Terjadinya pertentangan antara warga Papua terhadap pihak koalisi militer Indonesia yang berupaya melakukan penolakan terhadap adanya keberadaan BP. Sebagian besar warga Papua berfikiran bahwa dengan adanya BP hanya akan menghambat Papua untuk mencapai kebebasan.
John O’reilly, salah satu Senior Vice President BP untuk Indonesia mengatakan kepada Kirksey mengenai kasus pembunuhan pejabat polisi CERs yang dilakukan oleh anggota milisi tersebut terjadi dikarenakan sejak adanya pertemuan atau konferensi dengan dirinya atau tidak. Sebenarnya telah banyak usaha yang telah dilakukan oleh para aktivis HAM Papua seperti John Rumbiak dengan cara mencoba memusnahkan proyek gas BP, salah satunya berada di Wasior, salah satu tempat atau wilayah di Papua yang jaraknya 160 Km dari lokasi proyek BP, dan apabila harus ditmpuh sekitar menghabiskan waktu selama dua minggu lamanya untuk dapat sampai ke lokasi (Wasior).
Berbagai pandangan atau tanngapan yang di peroleh oleh Kirksey, semakin membuatnya  penasaran untuk memperoleh informasi lebih dalam. Dan hal tersebut pula yang membuatnya semakin bingung kemudian ia bertemu dengan beberapa orang (tokoh) yang dirasa akan sangat membantunya dalam menyelesaikan penelitiannya di Papua (sejak tahun 1998 hingga 2003). Tokoh-tokoh penting tersebut adalah John O’Reilly, John Rumbiak, Waropen, Dr. Grote, para aktivis HAM Papua lainnya dan beberapa agen militer Indonesia yang terlibat dalam kasus pemberontakan di Papua Barat.
Dalam kasus BP, lagi-lagi perusahaan terbesar BRITAIN’S itu telah membuat marah kelompok-kelompok HAM dengan melibatkan pasukan keamanan Indonesia yang brutal. Kirksey pun harus berupaya keras dalam pengungkapan kasus kriminalitas terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan oleh sekelompok Brimob di Papua Barat. Kemudian Kirksey harus melakukan ekspedisi kembali sebelum data-data yang telah didapatkan dilaporkan kepada Jack Grimston, seorang asisten editor kertas asing terhadap salah satu penulisan yang akan diterbitkan di terbitan “The Sunday Times”. Pada suatu saat, Kirksey direkrut ke dalam proyek-proyek yang dimiliki oleh para aktivis HAM yang melibatkan pengacara pula untuk dimintai keterangan lebih lanjut mengenai kasus apa yang sebenarnya terjadi di sana.
Kali ini, saya akan menjelaskan sedikit berkaitan mengenai kasus BP di Papua berdasarkan sumber yang saya dapat (baca: http://www.downtoearth-indonesia.org) menuliskan bahwa sejak tahun 1997, ketika perusahaan Amerika ARCO mengumumkan ditemukannya cadangan gas yang besar di teluk Bintuni, Papua Barat, dan bahwa kecepatan eksploitasi sumber daya alam dipapua telah meningkat tajam. Meskipun ada krisis keuangan Asia, jatuhnya Soeharto dan meningkatnya masalah politik di Papua, maka semakin banyak perusahaan Indonesia dan Asing yang mencari keuntungan dari sumber daya ini. Papua merupakan target utama eksploitasi. Ini adalah konteks bagi proyek LNG tangguh BP, yang terletak di kecamatan Teluk Bintuni dalam Provinsi Papua Barat. Lokasi utama proyek itu adalah di pesisir selatan Teluk Barau, sebelah selatan semenanjung ‘Kepala Burung’ Papua Barat. Batas-batas wilayah itu ditentukan pada tahun 2006 dan terdiri dari II kecamatan dan 97 desa. Luas daerah itu meliputi 18.658 km2, dengan penduduk sebanyak 48.079 orang.
Sejak 1997, DTE (Down To Earth) dan beberapa kelompok lain telah berulang kali menunjukkan rasa keprihatinan dan telah berulang kali pula menunjukan ketidak setjuan terhadap perspektif berkelanjutan hidup proyek BP tersebut, dan menyangkut persoalan HAM, social dan lingkungan hidup yang diakibatkannya.
Pembahasan mengenai kasus BP di atas hanya sebagian kecil. Kali ini mari ingat kembalibagaimana seorang Eben Kirksey terus merekam ucapan dari Waropen yang mengatakan bahwa data bukanlah bantal yang hanya digunakan apabila jika diperlukan sajadan data bukanlah factor utama penentu segala sumber informasi atau sejarah. Kirksey selalu mencoba mencari dat yang akurat yang sesungguhnya terjadi di Papua Barat, dengan melakukan berbagai wawancara dengan sejumlah aktivis HAM seperti Denny Yomaki dan Waropen, juga melalui beberapa pertemuan atau konferensi, dan dengan cara mendengarkan siaran radio yang isinya seputar kasus yang terjadi di Papua Barat.
Berbagai pendekatan lain juga dilakukan terhadap berbagai politik untuk meningkatkan hasil pengetahuan yang nantinya dijadikan sebagai salah satu sumber penguat terhadap penelitiannya. Papua, oh Papua, Indonesia sangat membutuhkanmu. Begitu banyak rahasia yang harus diungkap yang ada di wilayah cantikmu.
ntunya politik yang ada di sana pada masa perjuangan Papua merengkuh kembali akan hak  
Semenjak Papua diberintegrasikan kepada NKRI, seluruh pemimpin atau tokoh-tokoh Papua waktu itu menemukan ada >100.000 warga Papua yang telah dibantai oleh pasukan TNI tau Polri. Maka waktu itu mereka menilai bahwa kasus HAM paling besar di dunia terjadi di tanah Papua. maka dari itu, seluruh komponen tokoh Papua bersatu dan mengadakan suatu musyawarah dan menghasilkan dua agenda pokok, (baca:http://nizar-indonesia.blogspot.com) yaitu:
1.             Menyampaikan hasil keputusan musyawarah kepada Presiden RI B. J Habibie yang isinya meminta pemerintah NKRI untuk membuka suatu dialog Nasional Papua yang difasilitasi oleh NKRI sendiri;
2.             Merencanakan dan mengadakan suatu kongres Papua II 2000  Sebelum kongres 2000, diadakannya suatu dialog (musyawarah besar bangsa Papua) antar pemimpin tokoh-tokoh Papua yang dilaksanakan berdasarkan hasil kesepakatan Foreri.

Pembebasan Nasional rakyat dan bangsa Papua dari penindasan oleh kolonialisme Indonesia, imperialism dan militerisme. Situasi Papua saat ini yang dihadapkan dengan berbagai persoalan dalam berbagai segi kehidupan baik dari aspek ekonomi, pilitik, maupun social dan kebudayaan tidak terlepas dari sejarah perkembangan kehidupan rakyat Papua. jika kita menyimak bagaimana awal pembentukkan bangsa Papua oleh kaum intelektual, Papua pada decade 1960-an tentunya mereka memiliki cita-cita agar rakyat Papua dapat membangun bangsa dan tanah airnya  dengan lebih baik. Akan tetapi usaha pelepasan itu tak dapat terwujud dan akhirnya Papua kembali kepelukan Indonesia. (baca: http://somerpost.wordpress.com)
Dari semua penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tentunya tidak mudah melawan sistem yang sudah sekian lama menghisap, menindas dan menjajah rakyat Papua untuk segera angkat kaki dari tanah Papua. Butuh persatuan dan uluran semangat warga untuk mewujudkan cita-cita terbebas dari jajahan, dan berusaha menghilangkan sikap ego untuk mewujudkan cita-cita bersama. Dan berkenaan dengan data, yang merupakan sekumpulan informasi yang akhirnya dijadikan sebagai suatu bahan pertimbangan sebelum dibakukan sebagai data permanen.

Rabu, 12 Februari 2014

Kami Bisa Menjadi Bangsa Penulis dan Pembaca !



Appetizer Essay

Ada Apa dengan Writer-Reader Di Indonesia?

Dalam pertemuan untuk yang pertama kalinya di semester 4 kali ini adalah bagaimana kita memberikan kritik kepada para penulis artikel mengenai suatu hal tertentu. Hal ini sangat menyulitkan bagi saya. Karena saya belum begitu memahami artikel yang saya abaca. Akan tetapi saya akan mencobanya.

Setelah saya membaca ketiga artikel tersebut dimana penulis artikelnya adalah A.Chaedar Alwasilah dan C.W Watson. Terdapat tiga pernyataan penting yang saya ambil dari tiap artikel tersebut, di antaranya:
“Yang tidak bias menulis sebaiknya jangan bermimpi jadi dosen !” (A.Chaedar Alwasilah, Pikiran Rakyat, 28 Februari 2012).

“Students should be taught to develop critical language awareness, namely sensitivity of power and ideology underlying language use.” (A.Chaedar Alwasilah, The Jakarta Post, January 14, 2012)

“The irrelevance and inappropriateness of much of the material which student nteacher are required to learn in teacher-training institutions.”
Di sini saya akan mencobamenanggapi atau member kritikan dari artikel yang telah saya baca. Dr. Chaedar memaparkan bahwa sangat lemah bahkan sangat disayangkan dari sekelompok lulusan S1, S2, bahkan S3 di Indonesia karena tidak bias menulis. Dari pernyataan Bapak Chaedar tersebut memang tidak dapat dipungkiri karena banyak mahasiswa pun yang enggan untuk menulis.
Tanggapan mengenai karya tulis atau ilmiah di sini tidak dapat ditampik karena sebagian besar mahasiswa memang mebuat karya tulis karena memang tuntutan dari tugas kampus terhadap mata kuliah tertentu. Pada jaman sekarang tekhnologi sudah semakin canggih dan mahasiswa kian semakin pintar untuk membuat skripsi, tesis bahkan disertasi dengan mudah. Pantas saja Dr. Chaedar menanggapi bahwa sebagian besar lulusan perguruan tinggi di Indonesia membuat jurnal dengan asal terbit.
Kemudian Dr. Chaedar pula memaparkan bahwa dengan skripsi mahasiswa belajar mandiri, dengan tesis mahasiswa belajar meneliti, dan dengan disertasi mahasiswa belajar membangun teori atau rumus baru. Apabila mahasiswanya tidak bisa menulis, lalu kemana peran para dosen? Memang sangat disayangkan dan kalau mkemang dibandingkan dengan Negara lain seperti Malaysia, Korea Selatan, A.S dan Negara lainnya Indonesia masih sangat jauh tertinggal dibandingkan mereka. Kita selaku Warga Negara Indonesia harus dapat melebihi setidaknya meningkatkan kualitas kita untuk menerbitkan buku lebih dari apa yang diharapkan.
Hal ini seharusnya menjadi pusat perhatian penting yang harus dipertimbangkan. Memang system cara mengajar bahkan dalam hal penerbitan buku atau jurnal tiap Negara itu berbeda. System di perguruan tinggi di Indonesia tidak memaksakan mahasiswa untuk dapat menulis jurnal akan tetapi di AS mengharuskan mahasiswanya agar banyak menulis essay. Memang benar adanya kalau mahasiswa memerlukan banyak bacaan dalam bentuk jurnal atau essay untuk menumbuhkan minat mereka untuk menulis lebih banyak lagi.
Selain mengkritik masalah dosen atau lulusan perguruan tinggi yang tidak bisa menulis, di sini akan memberikan kritikan pula kepada para siswa yang sangat sulit menjadi pembaca yang baik. Keadaan yang memang sebenarnya membutuhkan pembenahan yang cukup serius karena tidak sedikit yang mengatakan para siswa tidak mengerti atau bahkan tidak memliki pengetahuan yang cukup untuk memnjadi seorang penulis atau pembaca.
Kekuatan penulis terletak pada pembacanya pula. Apabila pembacanya dapat memberikan kritikan terhadap apa yang telah ia baca berarti sudah setidaknya membantu penulis untuk membangkitkan tulisannya. Akan tetapi, pada kenyataannya hamper 95% para siswa di tingkat SMP dan SMA menganggap bahwa mereka tidak memiliki latar belakang sebagai pembaca (reader) dan mereka menuturkan behwa mereka selalu tudak dapat merkonsentrasi ketika membaca. Yang menjadi permasalahannya adalah akan dibawa kemana nasib buku-buku yang telah diterbitkan jika kita hanya menjadi pessive reader?
Kurangnya kesadaran itu yang menjadi alas an bahkan jawaban utama kenapa para siswa tidak mau membaca apalagi memberikan kritikan terhadap suatu tulisan. Kurangnya kesadaran tersebut juga didukung karena mereka selalu mengungkapkan “ I don’t have similar background knowledge “, dan mereka juga mengatakan “ I have not reached that level “ . nampaknya para siswa harus diberikan dukungan bahkan kalaupun bias harus adanya pendekatan dari para guru serta teman mereka untuk membangkitkan rasa peduli mereka untuk menjadi pembaca yang aktif.
Posisi saya sendiri sebagai mahasiwa terkadang juga enggan untuk membaca maupun menulis. Dari kurangnya minat untuk menulis dan membaca, saya pun merasa jadi mahasiswa yang sangat tertinggal informasi (pengetahuan). Padahal kita sudah mengetahu bahwa dalam Al-Qur’an pun terdapat perihal mengenai arti “bacalah” sudah ada pada saat Rasulullah mendapatklan wahyu. Dalam artikel tersebut pula Dr.Chaedar lebih berpusat mengkritik kondisi para siswa maupun mahasiswa . untuk ke depannya, harus dibiasakan untuk menulis dimulai dari hal yang terkecil terlebih dahulu sehingga dapat dijadikan bekal untuk menulis tulisan yang akan datang.
Bukan hanya mengkrikik untuk kalangan perguruan tinggi dan sekolah akan tetapi juga memandang kea rah yang paling sederhana yaitu school children. Wr.Watson dan Dr.Chaedar memaparkan bahwa sebagian besar school children di Indonesia tidak terlalu membutuhkan untuk mempelajarimenulis dan membaca because they do not need to be for the purposes of national examination.
Di sini, saya juga memiliki pendapat bahwa secara realita yang ada, untuk siswa school children memang tidak seharusnya terlalu dituntuk untuk dapat menulis karena dilihat dari pola piker dan kemampuan mereka sepertinya balum cukup untuk menguasainya. Akan tetapi, alangkah baik dan idealnya diberikan suatu pembelajaran yang menarik apakah mencakup kegiatan yang berhubungan dengan tulis-menulis atau tidak. Hal ini bertujuan agar siswa memiliki rasa penasaran untuk menulis.
Jadi, dapat disimpulkan mengenai Writer-Reader bahwa keduanya tidak dapat dipisahkan dan menjadi perhatian khusus bagi para siswa , mahasiswa, calon guru, atau bahkan dosen sekaligus. Itu semua dijadikan sebagai bekal agar kita tidak tertinggal, dan kita harus mampu menulis, setidaknya menulis mengenai ap[apun yang ingin kita tulis.


Senin, 10 Februari 2014

Indonesia Gemar Menulis dan Membaca



TIKET MENUJU PERLINTASAN WRITING

Pertemuan perkuliahan hari ini merupakan pertemuan pertama pada tanggal 03 februari dengan dosen yang sama, yaitu Mr. Lala Bumela. Pada Writing Composition 2 yang lalu sebagian besar membahas  mengenai literasi terhadap baca dan tulis. Kali ini tidak jauh berbeda karena masih menyinggung mengenai menulis dalam pendidikan.
Menulis merupakan suatu garis besar dalam lintasan pertandingan. Di sini kita semua dituntut untuk dapat melewatinya. Bagi kalangan pelajar, kegiatan menulis merupakan salah satu bagian yang memang seharusnya bahkan bersifat wajib bagi mereka untuk membantu kegiatan belajar. Dalam Writing Composition 4 kali ini kami di ajarkan agar mampu berevolusi dari writing sebelumnya.
Menurut para pakar ilmu yang memang mengerti dalam bidangnya, menulis merupakan suatu tantangan terbesar dalam pengekspresian bahasa kedua (L2). Dari Hyland 2003 memaparkan bahwa : “Learning how to write in a second language is one of the most challenging aspects of second language learning”. Dari pernyataan tersebut sudahjelas bahwa Mr. Hyland memandang suatu tantangan yang sangat besar terhadap menulis. Karena tiap individu melakukan interaksi dari bahasa pertama (L1) atau bahasa hati ke dalam bahasa kedua (L2) atau bahasa yang di ekspresikan. Dalam hal ini, tidak semua orang dapat melakukannya karena disinilah letak tantangan terbesarnya.



Dari Mr.Hyland juga memaparkan kembali argumennya terhadap menulis bahwa bagi sebagian besar orang yang berbahasa inggris menjadikannya sebagai L1, sehingga kemampuan untuk menulis merupakan sesuatu yang memerlukan instruksi khusus dari seseorang yang lebih mengerti. (“ Even for those who speak English as a first language, as ability to write effectively is something that requires exensive and specialized instruction (Hyland 2003 ; Hyland 2004))”.

Tidak hanya penulis yang berperan di sini, akan tetapi pembaca juga berperan sangat penting karena memiliki pengaruh besar demi menunjangnya kapasitas dari penulis. Karena antara konteks, teks, dan pembaca adalah satu-kesatuan yang saling berkaitan. Dapat diibaratkan terhadap gambar di bawah ini: 





            Sesuatu tulisan tidak akan menjadi tulisan yang sempurna tanpa adanya pembaca (reader) yang melakukan critical reading. Suatu karya dari tulisan akan terbangun apabila di dalamnya terdapat konteks maupun teks yang saling membangun. Karena pembaca yang pandai merupakan mereka yang pandai memberikan kritikan terhadap tulisan yang memang seharusnya berhak untuk dikritik.
Pembaca bias mencakup siapa saja yang memiliki ilmu maupun kemampuan mengkritik terhadap suatu wacana baik karya tulis, jurnal, maupun artikel. Isi yang terdapat dalam tulisan dapat mencakup apa saja tergantung dari penulisnya yang mengeksplorasikan hasil pikirannya karena tulisan merupakan suatu kejujuran yang dituangkan oleh penulisnya.
Mengenai hal ini, saya pun akan satu kalimat yang telah sayan baca dari power poin pembahasan pertama kali ini yang berjudul “Writing for Academic”  yang terdapat sebuah pernyataan dari Mr. Hyland 2003 :” My expectation is to be honest “. Dapat dijabarkan karena posisi kita adalah sebagai calon guru kelak, jadi pernyataan tersebut dapat membantu para guru terhadap bahasa yang menjadikan beliau pandai dalam menulis. Salah satu guru yang pandai ialah yang memiliki banyak pilihan dalam proses mengajar seperti metode, bahan ajar, dan prosedur yang harus digunakan di dalam kelas. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut :


An expectation is to be honest (Hyland 2002) :
  • To help teacher of language became teacher of writing.
  • A strong teacher is a reflective teacher
  • A teacher can make informed choice about a teaching.

Belum cukup sampai di sini, dalam menulis juga memiliki komposisi tersendiri sehingga dapat membangun suatu tulisan yang utuh. Writing like any craft. Kenapa dinyatakan seperti itu? Perlu kita ingat kembali, karena writing merupakan bentuk pengekspresian dari hati penulis (writer) yang dituangkan kembali di atas kertas sehingga menghasilkan suatu karya yang dapat diabadikan dan diketahui oleh pembacanya (reader)
.
Menulis (writing) mencakup berbagai aspek yang tidak terlepas dari mengasah kemampuan (skill) dan pengetahuan (knowledge) yang terdiri dari texts, contexts dan readers. Seperti karya lainnya, writing juga menunjukkan isinya melalui practice Dari pembacanya bahkan penulis itu sendiri. Menulis juga dapat dijadikan suatu pusat pertahanan dari L1 dan L2.  
  • L2 Writing teaching includes :
v   Language Structures 
v   Texts functions 
v   Themes or topics 
v   Creative expression 
v   Composing processes 
v   Content 
v   Genre and contexts of writing

Selain menulis, terdapat satu hal yang harus ditinjau dari seorang penulis yaitu reader karena suatu tulisan tidak ada artinya tanpa reader. Dalam kegiatan ini akan terjadi suatu komunikasi yang tersurat maupun tersirat dari apa yang dibaca. 






Jadi, dari penjelasan singkat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis itu harus dituju melalui suatu tiket yang dinamakan kemauan untuk mengasah kemampuan yang juga harus didukung oleh adanya reader yang akan ,mendukung, mengkritik, dan member saran dari apa yang telah di tulis oleh writer. Dari penulisan tersebut akan menghasilkan sesuatu yang dinamakan meaning yang akan benar-benar dipertimbangkan kembali oleh reader yang akan menghasilkan suatu karya.